Perbedaan dasar dalam susunan kimia dan konsekuensi daya larut serat dalam paru-paru menghasilkan potensi yang berlainan dalam menurunkan risiko penyakit yang berhubungan dengan asbes, sebagai contoh – amosite dan crocidolite berada dalam rentang 100 dan 500 kali lebih berpotensi dalam menyebabkan mesothelioma dan berada antara 10 dan 50 kali lebih berpotensi dalam menyebabkan kanker paru-paru dibanding chrysotile. Perbedaan ini disebabkan oleh bedanya susunan kimia, biopersistensi dan hasil dari studi epidemiologis. Pada umumnya, diperlukan perhatian lebih atas fakta penting ini dalam dokumen yang diusulkan.
“Para panelis ahli dengan suara bulat menyetujui bahwa literatur epidemiologi memberikan bukti yang kuat bahwa serat amphibole memiliki potensi mesothelioma yang jauh lebih besar daripada serat chrysotile — temuan yang dilaporkan baik dalam dokumen ulasan (Berman dan Crump, 2001) maupun analisis ulang baru-baru ini terhadap 17 studi kelompok. (Hodgson dan Darnton, 2000) yang melaporkan setidaknya 500 kali lipat perbedaan dalam potensi. Dua panelis berkomentar lebih lanjut bahwa literatur epidemiologi tidak memberikan dukungan ilmiah bahwa paparan chrysotile berperan sebagai penyebab mesothelioma – sebuah pengamatan yang umumnya konsisten dengan meta-analisis dalam protokol yang diusulkan, yang gagal menolak hipotesis bahwa serat chrysotile memiliki potensi nol sebagai penyebab mesothelioma.” (Report on the Peer Consultation Workshop to Discuss a Proposed Protocol to Assess Asbestos-Related Risk, EPA USA, 2003, page 3-13)
Hodgson dan Darnton (2000) melakukan tinjauan kuantitatif yang komprehensif atas potensi asbes dalam menyebabkan kanker paru-paru dan mesothelioma dalam kaitannya dengan jenis serat. Mereka menyimpulkan bahwa amosite dan crocidolite, masing-masing, berada dalam rentang 100 dan 500 kali lebih kuat dalam menyebabkan mesothelioma dibanding chrysotile. Mereka menganggap bahwa bukti untuk kanker paru-paru kurang jelas, tetapi menyimpulkan bahwa amphibole (amosit dan crocidolite) berada diantara 10 dan 50 kali lebih kuat dalam menyebabkan kanker paru-paru dibanding chrysotile. (Final Draft: Technical Support Document For A Protocol To Assess Asbestos-Related Risk, EPA USA, 2003. page 8.5)
Karena chrysotile adalah serat yang ditambang secara alami, dalam skala kelarutan serat mineral, chrysotile terletak pada ujung skala sebagai mineral yang bisa larut. Sedangkan dalam skala biopersistensi dengan kisaran antara kaca dan wol batu, chrysotile berada pada bagian kisaran yang paling tidak biopersisten.
Tingkat biopersisten Chrysotile lebih rendah dari serat keramik yang diuji atau kaca yang dibuat secara khusus (Hesterberg et al., 1998a) dan jauh lebih rendah tingkat biopersisten-nya dari amphibol. Untuk menstandarkan evaluasi biopersistensi serat, sebuah protokol telah dikembangkan oleh kelompok kerja untuk Komisi Eropa yang melibatkan penghirupan dengan paparan selama 5 hari, diikuti analisa paru-paru dengan interval waktu hingga 1 tahun setelah paparan (Bernstein & Riego-Sintes , 1999). Untuk serat mineral, paruh waktu pembersihan serat yang lebih panjang dari 20 um berkisar antara beberapa hari hingga kurang dari 100 hari.
Tabel: Perbandingan paruh waktu pembersihan serat berukuran lebih panjang dari 20 um dan serat berukuran antara 5-20 um untuk chrysotile, serat vitreous sintetik dan amphibole
Serat | Jenis | Pembersihan Paruh Waktu (T1/2) (hari) Panjang Serat >20 um | Pembersihan Paruh Waktu (T1/2) (hari) Panjang Serat 5-20 um | Referensi |
---|---|---|---|---|
Calldria chrysotile | Serpentine asbestos | 0.3 | 7 | Bernstein et al., 2005b |
Bazilian chrysotile | Serpentine asbestos | 1.3 | 2.4 | Bernstein et al., 2004 |
Fibre 13 (BO1.9) | Experimental Glass wool | 2.4 | 11 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre A | Glass wool | 3.5 | 16 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre C | Glass wool | 4.1 | 15 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre G | Stone wool | 5.4 | 23 | Bernstein et al., 1996 |
MMVF34 (HT) | Stone wool | 6 | 25* | Hesterberg et al, 1998a |
MMVF22 | Slag wool | 8.1 | 77 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre F | Stone wool | 8.5 | 28 | Bernstein et al., 1996 |
MMVF11 | Glass wool | 8.7 | 42 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre J (X607) | Calcium Magnesium silicate | 9.8 | 24 | Bernstein et al., 1996 |
Canadian chrysotile (Textile grade) | Serpentine asbestos | 11.4 | 29.7 | Bernstein et al., 2005a |
MMVF11 | Glass wool | 13 | 32 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre H | Stone wool | 13 | 27 | Bernstein et al., 1996 |
MMVF 10 | Glass wool | 39 | 80 | Bernstein et al., 1996 |
Fibre L | Stone wool | 45 | 57 | Bernstein et al., 1996 |
MMVF21 | Stone wool | 46 | 99 | Bernstein et al., 1996 |
MMVF33 | Special purpose glass | 49 | 72* | Hesterberg et al, 1998a |
RCF1a | Refractory ceramic | 55 | 59* | Hesterberg et al, 1998a |
MMVF21 | Stone wool | 67 | 70* | Hesterberg et al, 1998a |
MMVF32 | Special purpose glass | 79 | 59* | |
Amosite | Special purpose glass | 418 | 900* | Hesterberg et al, 1998a |
Crocidolite | Amphibole asbestos | 536 | 262 | Bernstein et al., 1996 |
Tremolite | Amphibole asbestos | ? | ? | Bernstein et al., 2005a |
Paruh waktu pembersihan (T1/2) untuk serat dengan panjang 5-20 um tidak dilaporkan oleh Hesterberg et al. (1998a); nilai yang ditunjukkan dikalkulasi dari data mentah yang dikompilasi dari hasil studi Bernstein.
Bacaan lanjutan: