World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa semua jenis asbes dapat menyebabkan kanker, tapi kenapa Chrysotile boleh digunakan?
Asbes adalah serat yang berasal dari alam. Asbes bisa dibagi dalam 2 kategori yaitu serpentine dan amphibole. Masing-masing kategori asbes ini memiliki susunan kimia dan bentuk yang berbeda. Saat ini, seluruh dunia melarang penggunaan asbes jenis amphibole karena adanya bukti nyata atas risikonya terhadap kesehatan.
Sedangkan chrysotile (asbes putih) yang masuk dalam kategori serpentine, boleh digunakan karena bahayanya terhadap kesehatan belum terbukti secara ilmiah. Karena strukturnya yang keriting dan pendek, chrysotile memiliki sifat biopersistensi yang rendah dan mudah terurai di dalam paru-paru.
Atas dasar inilah, Badan Health and Safety Executive (HSE) menemuka bahwa risiko yang berhubungan dengan penggunaan chrysotile adalah 100 kali lebih rendah dibanding amosite dan 500 kali lebih rendah dibanding crocidolite meskipun pada kenyataannya, chrysotile digunakan 5 kali lebih sering dan 500 kali lebih banyak.
Mengapa pembagian jenis asbes itu penting?
Pentingnya pembagian jenis asbes didasarkan pada tidak samanya bentuk asbes yang ada. Bahkan, secara struktur dan komposisi kimia pada berbagai jenis asbes ini sangat berbeda, termasuk ketahanannya terhadap keasaman, biopersistensi dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.
Terdapat 2 kategori jenis asbes, yaitu amphibole dan serpentine (atau chrysotile). Kategori pertama (amphibole) telah terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia, namun kategori kedua (serpentine) memiliki komposisi kimia yang berbeda serta terbukti secara ilmiah bisa digunakan dengan aman. Sebagai ilustrasi, serat pada amphibole berbentuk runcing (tajam) dan panjang, sedangkan serat pada chrysotile berbentuk keriting, dan tidak melukai jika terhirup dalam paru-paru.
Contoh yang tidak kalah pentingnya adalah, Negara Filipina tidak pernah menggunakan asbes amphibole. Dalam 60 tahun terakhir, Filipina hanya menggunakan chrysotile. Sampai saat ini, belum terdapat laporan tentang kematian yang diakibatkan oleh chrysotile dalam industri negara tersebut.
Sebagai tambahan, alternatif lain yang bisa menyamai kekuatan tegangan, ketahanan serta rendahnya biaya seperti yang dimiliki chrysotile, juga tidak bisa diasumsikan aman. Industri yang berhubungan dengan chrysotile sangat terbuka untuk bekerja sama dengan pembuat regulasi dan pemerintah untuk merencanakan regulasi yang dapat menjamin keamanan para pekerja dan juga konsumen.
Bagaimana dengan dugaan bahwa semua jenis asbes mengakibatkan kanker?
Walaupun semua jenis asbes merupakan zat Karsinogen Tipe 1, tetapi perlu diketahui juga bahwa konsumsi minuman beralkohol, bensin, debu kayu, sinar matahari serta berbagai zat lain yang bisa kita temukan sehari-hari juga memiliki pengaruh yang sama.
Menurut sebuah penelitian dari Harvard University pada tahun 1988, risiko yang disebabkan oleh chrysotile adalah 1:100.000. Bandingkan dengan risiko merokok yaitu 21.000:100.000 dan risiko mengemudi yaitu: 1.600:100.000.
Adakah pilihan lain yang bisa mengimbangi ketahanan chrysotile?
Saat ini, belum ada pengganti yang bisa mengimbangi kekuatan chrysotile. Bahan pengganti yang hampir sama seperti silika atau polyvinyl alcohol (PVA), belum memiliki penelitian yang lengkap tentang keamanan penggunaannya. Bahan pengganti ini juga memiliki biaya yang lebih tinggi serta kekuatan yang lebih rendah, dengan demikian, larangan yang ditetapkan akan menambah beban keuangan pada konsumen.
Apakah chrysotile berbahaya bagi pekerja dan bagaimana bahayanya?
Debu atau serat yang berada di udara termasuk serat gelas, serat sintetis, serat chrysotile, debu batuan, asap bensin dan asap knalpot, semuanya adalah zat yang berbahaya, jika terhirup dan terpapar pada para pekerja untuk jangka waktu yang lama. Namun, pemrosesan serat chrysotile sebagai bahan baku di pabrik-pabrik dikontrol dengan baik sehingga tidak menimbulkan risiko bagi pekerja. Setelah serat ditutupi oleh semen, mereka terkunci secara permanen dan tidak bisa lepas.
Apakah pekerja yang memasang atau memperbaiki atap semen chrysotile berisiko atas paparan chrysotile?
Hasil penelitian dengan pengambilan sampel udara menunjukkan bahwa konsentrasi serat berada pada sekitar 0,07 serat/cc selama pemotongan dan pemasangan lembaran atap semen chrysotile. Angka ini jauh di bawah level 0,1 serat/cc yang dibayangkan. Tidak akan ada risiko bagi pekerja atau tukang kayu jika mereka mengikuti praktik kerja yang direkomendasikan dengan benar ketika memasang atau memperbaiki lembaran atap.
Apakah ada bukti bahwa para pekerja pabrik di Indonesia menderita penyakit terkait chrysotile?
Pabrik semen serat Chrysotile dari anggota FICMA selalu mengikuti regulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Standar Nasional Indonesia (SNI), baik untuk standar konsentrasi serat chrysotile di udara (0.1 f/cc) maupun pemeriksaan Kesehatan secara berkala.
Adakah produk atau teknologi baru yang ramah lingkungan?
Kebanyakan produsen telah menginvestasikan peralatan untuk mengontrol debu yang efisien dalam jumlah besar di pabrik-pabrik untuk keamanan para operator dan pekerja.
Apakah berbahaya jika tinggal dan bekerja di bawah atap semen chrysotile?
Tidak ada risiko apapun bagi orang-orang yang tinggal dan bekerja di bawah atap semen chrysotile. Serat chrysotile terkunci dan terikat di dalam semen. Jadi tidak mungkin bagi serat untuk keluar dari produknya ke udara sekitar.
Apa risiko yang bisa timbul dengan adanya chrysotile di udara dalam tingkat konsentrasi tertentu?
Serat chrysotile telah ada di lingkungan udara jauh sebelum eksploitasi mineral oleh manusia. Ini disebabkan adanya erosi alami dari susunan geologi yang cukup umum terjadi di seluruh dunia. Jumlah total asbes yang tersebar secara alami jauh lebih besar dibanding yang bersumber dari industri.
Apakah ada risiko di masyarakat yang disebabkan oleh kerusakan produk semen chrysotile?
Karena sifat melekat dari serat chrysotile dan semen, lembaran semen chrysotile tidak membusuk atau lapuk. Mereka tidak akan hancur meskipun terpapar kondisi lingkungan secara terus menerus ataupun usia. Tidak ada bukti bahwa orang-orang yang tinggal di bawah atap semen chrysotile, atau masyarakat umum yang tinggal di sekitar bangunan beratap asbes atau pabrik yang memproduksi produk semen asbes terpengaruh dengan cara apa pun. Faktanya, penelitian telah menyimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi debu chrysotile di sekitar atap semen chrysotile sangat tidak signifikan sehingga tidak dapat dideteksi oleh mikroskop elektron.
Apakah paparan terhadap serat asbes tunggal bisa menyebabkan kematian?
Percobaan untuk hal ini tidak layak dilakukan. Hampir tidak mungkin untuk menguji sel, jaringan atau seekor hewan untuk satu serat tunggal karena serat asbes terdapat di mana-mana. Satu miligram asbes saja mungkin mengandung beberapa ratus juta serat yang bisa terhirup. Lebih lanjut, protokol percobaan membutuhkan dosis minimum beberapa ratus ribu serat untuk menghasilkan efek yang dapat diamati.
Di sisi lain, fakta-fakta berikut dapat membantu untuk mendapat penilaian yang masuk akal:
Dalam setiap 60 detik, paru-paru orang normal menangani sekitar 10 liter udara.
Di seluruh dunia, dalam lingkungan tertentu, misalnya udara di kota dan daerah pedesaan, konsentrasi serat adalah sekitar 1 serat per liter (mungkin sedikit lebih atau kurang, tergantung pada keadaan lokasi, kondisi cuaca, dll).
Dari pengamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa 14.400 liter udara (10 liter x 60 menit. X 24 jam), masing-masing mengandung 1 serat, transit di paru-paru orang "normal" yang bukan pekerja setiap hari.
Asbes dalam material gesekan: Apa dampak dari penggunaan asbes dalam bahan gesekan terhadap lingkungan secara umum?
Asbes telah menjadi komponen penting dari komponen gesekan pada otomotif selama lebih dari 70 tahun; dan hanya asbes chrysotile yang digunakan untuk keperluan industri. Proporsinya berkisar dari 25% hingga 65% dari berat. Chrysotile meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, ketahanan panas pada kampas rem, selain untuk ketahanan gesekan dan keausan akibat pemakaian.
Investigasi komprehensif yang dilakukan dengan dukungan Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) telah menunjukkan bahwa rata-rata, lebih dari 99,7% asbes yang dipancarkan sebagai akibat keausan dan abrasi telah dikonversi menjadi produk lain seperti forsterite, bahan non-karsinogenik pada hewan. Lebih lanjut, telah dinyatakan bahwa asbes (kurang dari 1%) yang ada dalam debu aus sebagian besar terdiri dari serat (0,3 u) yang sangat pendek.
Dengan demikian, emisi serat bebas yang dihasilkan dari ausnya kampas rem merupakan faktor kesehatan yang dapat diabaikan dalam polusi udara perkotaan. Perkiraan terkini atas konsentrasi udara mengandung asbes yang berasal dari rem kendaraan di kota-kota besar AS berkisar antara 0,051 ng/m3 (Rochester, NY) hingga 0,258 ng/m3 (Los Angeles, CA). Jika faktor konversi dari 30 serat diukur secara optik per nanogram penggunaan asbes, nilai yang diukur di Los Angeles akan menjadi 7,74 f/M3 atau 0,000007 f/cc.
Asbes dalam air: Apakah penggunaan pipa semen asbes secara signifikan meninggalkan serat asbes dalam air? Adakah risiko terkait adanya asbes dalam air minum?
Penggunaan pipa semen asbes sudah ada sejak awal 1920-an. Diperkirakan bahwa pada akhir 1980-an, hampir 3 juta kilometer pipa akan diletakkan di seluruh dunia untuk mengalirkan air minum.
Aliran air yang sangat kencang dapat mengganggu matriks semen, dan bisa mengakibatkan lepasnya serat ke dalam sirkulasi air melalui pipa. Pipa semen asbes tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam kondisi lingkungan yang sangat korosif, kecuali dibalut dengan lapisan pelindung internal yang dirancang khusus.
Hasil sebagian besar studi yang telah diterbitkan sejauh ini menunjukkan bahwa sumber air sudah mengandung serat asbes (kebanyakan berukuran lebih pendek dari 1 u) sebelum melewati sistem pipa semen asbes, sering dalam jumlah mencapai beberapa juta per liter. Secara umum disepakati bahwa pipa semen asbes tidak menyebabkan peningkatan kandungan serat asbes dalam air. Jumlah yang ditemukan dalam air telah ada secara alami.
Mengenai risiko kesehatan akibat adanya asbes dalam air minum, hasil dari penelitian di laboratorium selama beberapa tahun pada hewan yang seumur hidupnya diberi makan asbes dalam jumlah besar (beberapa miliar serat setiap hari) secara konsisten tidak menunjukkan munculnya tumor gastrointestinal, atau perubahan patologis lainnya pada saluran pencernaan. Selain itu, studi epidemiologi tentang efek kesehatan manusia yang terkait dengan kadar asbes dalam air minum tidak menunjukkan peningkatan risiko tumor saluran pencernaan setelah konsumsi langsung serat asbes.
Bacaan lanjutan: